Latar Belakang – Malhikdua.com

Latar Belakang

Banyak orang bertanya kenapa blog santri tidak ditaruh di blogspot, wordpress, blogdetik, atau lainnya? Bukankah membuat sebuah engine blog hosting sendiri itu cukup njlimet. Belum lagi maintenance cost per bulan yang tidak bisa dibilang murah.

Ya, secara umum begitu pertanyaan yang sering berhembus. Seolah menganggap blog santri sangatlah sederhana. Barangkali masih ada pula yang berparadigma bahwa IT apalagi dunia perblogeran mustahil tumbuh dan berkembang dikalangan santri lantaran image jumud yang melekat selama ini.

Tentu saja berbagai opini itu tidak seratus persen salah, pun benar. Memang sampai detik ini masih banyak yang memanfaatkan layanan blog gratis untuk website instansi, komunitas, organisasi, juga blog pribadi tentunya sebagaimana fungsi utama. Tapi kondisi di pesantren tidak bisa disamakan dengan kondisi lain. Tak umum. Perlu pemikiran khusus yang pastinya lebih njlimet dari mengelola blog itu sendiri.

Bermula dari sulitnya santri-santri di pesantren dalam akses internet. Disamping jumlah fasilitas yang tidak sebanding dengan jumlah santri, tekanan-tekanan dari pihak pengelola (kala itu) juga sering membuat ciut nyali para santri yang ingin menjelajah dunia maya. Kisah gelap santri terus mewarnai pro kontra internet. Seperti beberapa santri yang harus merelakan rambutnya dipangkas sebagai ta’zir (hukuman, red) akibat kepergok memiliki sebuah akun di jejaring sosial. Atau ngantuknya para santri pada jam ngaji yang kerap digathukkan dengan keasyikan ngenet.

Internet memang jadi momok di pesantren, setidaknya di tempat kami. Seribu manfaat kebaikan internet tak mampu menundukkan hati pengurus. Ya, bagaimana lagi. Seribu kejahatan juga datang dari internet. Kamipun mengetahui itu.

Tak ingin terusan-terusan berpolemik. Beberapa santri melakukan usaha gerilya untuk sebuah cita-cita besar. Maka dibuatlah nama malhikdua.com untuk perangkat ngeblog (sebelumnya blogmalhikdua.com. Malhikdua sendiri adalah ‘brand’ dari Madrasah Aliyah Al Hikmah Dua Benda). Dengan nama yang identik sekolah, para onliners di pesantren (khususnya di wilayah malhikdua) punya alasan jitu agar tetap bisa ngeblog: “Kelola web sekolah!”.

Bandingkan kalau menggunakan blogspot, wordpress, multiplay, atau lainnya. Citra bahwa santri sering menghabiskan waktu di Internet tetap semakin menguat.

Manfaat lain, ada kebanggaan yang bisa ditanamkan kepada santri bahwa akhirnya kami tak identik dengan katro (meski dalam banyak hal seringkali tampak katro. Masih ingat betapa senangnya seorang Dloen yang anak bahasa ternyata bisa pegang mouse, padahal maksudnya mau diajari ngeblog. Atau Faisol, perintis blog, di hotel dia mengira ada handuk jatuh, padahal memang keset. Atau si Miftah yang ringan sekali memasukkan printer modif dalam tas sampai tinta berceceran sepanjang jalan.)

Akhir ceriita, dengan nama yang lokal ini (bukan wordpress, blogspot, multiply) para santri bakal lebih memilih memposting dunia terdekatnya; tentang asrama, tentang takzir (hukuman), tentang makanan khas desa, dan tak ketinggalan pula mengunggah apa yang didapat dari ngajinya. Setidaknya itu yang kami harapkan.

Berhasilkah?

Wallahu’alam..

Assalamu'alaikum....
Ada kelua kesah, atau sekedar bertanya tentang blog malhikdua.com? Chat me!